Friday, April 26, 2013

Pertayaan kritis


Apa Arti Pertanyaan Ujian/Tugas? Analisa (Analyse) Mengidentifikasikan pokok pikiran, bagaimana relasi antar pokok pikiran, membandingkan dengan standard/teori apa yang telah kamu ketahui sebelumnya Deskripsikan (Describe) Menulis secara detail suatu pokok pikiran atau gambaran dari suatu hal dalam bentuk urutan yang logis atau sebagai suatu cerita Pendapat (Comment on) Memberikan pendapat berdasarkan cara pandang anda. Biasanya penguji ingin tahu bagaimana anda memandang suatu permasalahan. Kritisi (Critizice) Berikan pendapat pribadi anda terhadap suatu pernyataan  atau teori dalam kerangka benar atau salah, dan berikan alasannya termasuk bukti-bukti atau illustrasi, tanpa ada kesan untuk menyerang. Definisikan (Define) Pemberian arti secara formal kepada suatu hal dengan berisikan kata-kata kunci, termasuk penjelasan dari kata-kata kunci tersebut. Evaluasi (Evaluate) Memberikan penilaian terhadap sesuatu (bisa berupa penilaian kebenaran atau penting/tidak peting), masukkan pula pendapat anda Periksa (Check) Memeriksa suatu subyek sesuai kriteria dalam pertanyaan tanpa perlu ada penjelasan  Jelaskan (Explain) Berikan interpretasi, sederhanakan permasalahannya, dan eksplorasi hubungan yang ada secara detail Illustrasikan/Contohkan (Illustrate) Memberikan contoh yang nyata, memberikan komparasi dengan hal nyata atau menganalogikan dengan sesuatu Bandingkan (Compare) Tunjukkan perbedaan dan kesamaan  Kontraskan (Contrast) Tunjukkan perbedaannya saja Diskusikan (Discuss) Investigasikan atau memeriksa dengan memberikan argument, menampilkan perdebatan baik yang pro maupun yang kontra Review Memeriksa subyek secara kritis dari segala segi pandangan yang mungkin dan berbeda-beda Tuliskan (Write) Tuliskan tanpa memberikan pendapat Simpulkan (Summarize) Berikan secara singkat pokok-pokok pikiran tanpa penjelasan detail atau contoh Buktikan (Prove/Justify) Tunjukkan apakah benar atau salah (salah satu) dengan memberikan bukti dan argumentasi Berikan langkah (Procedure) Deskripsikan langkah-langkah menjalankan suatu aktivitas secara berurutan Proposalkan (Propose) Plan of Action untuk menjalankan suatu aktivitas secara lebih komprehensif, mencakup alasan, table waktu, sumber daya, dan biaya (Lengkah menjawab 5W+1H) Rasionalkan (Rationalize) Berikan alasan (jawaban dari pertanyaan why?) Gambarkan/Diagram Membuat illustrasi dalam bentuk gambar/flowchart Outline Berikan kerangka atau pokok-pokok kesimpulan dalam suatu bentuk yang terorganisasi secara logis Terjemahkan (Interpret) Menuliskan kembali subyek sehingga lebih jelas (explicit); biasanya juga memberikan pendapat Relasikan (Relate) Mencari interrelasi (hubungan) dari berbagai macam subyek dan berikan argument anda untuk menjustifikasi hubungan tersebut Observasi (Observe) Perhatikan dan catat suatu obyek tanpa ada pendapat Rancang (Design) Mendefinisikan kebutuhan-asumsi-keterbatasan rancangan, menceritakan langkah-langkah merancangan dan hasil dari setiap langkah, menunjukkan hasil rancangan (gambar/skema/prototype) Lakukan (Follow through) Mensimulasikan/melakukan langkah-langkah yang diminta, tuliskan semua pengalaman/hambatan/hal yang dipelajari dalam setiap langkah2 tersebut 

Islam Modern


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Aliran Pemikiran Modern dalam Islam” demi memenuhi tugas mata kuliah pengantar studi islam ini dengan tepat waktu.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami demi terselesaikannya tugas pembuatan makalah ini. Terutama kepada Bapak Dr.H.Hammis.Syafaq.M.FIIL.I selaku dosen mata kuliah pengantar studi islam yang setia membimbing kami dan teman-teman yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka kami sangat mengharap kritik dan saran dari semua pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



                                                            Surabaya, 03 Januari  2013


Penulis,








DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
BAB I : PENDAHULUAN
            1.1 Latar Belakang............................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.3 Tujuan.......................................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Islam Modern............................................................. 4
2.2 Beberapa Aliran Pemikiran Modern dalam Islam........................ 4-7
2.3 Nahdahtul Ulama (NU)& Muhammadiyah................................. 7-8
2.4 Model Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar....................................... 8-9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10













BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Islam modernis timbul di sejarah islam yang disebut modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat islam kepada kemajuan. Sebagai halnya di barat, di dunia islam, gerakan islam modernis timbul dalam rangka menyesuaikan pahan-paham keagamaan islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin islam modern mengharapkan akan dapat melepaskan umat islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Islam modern yang seringkali dikelompokkan sebagai kebalikan dari islam tradisional merupakan corak paham keislaman yang mulai intensif penggunaannya pada awal abad ke 20 M. yaitu setelah timbulnya gerakan pembaharuan islam yang terjadi di beberapa Negara meyoritas berpenduduk islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turkey, Pakistan, dan Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan Islam Modern?
  2. Bagaimanakah Perbedaan 


1.3 Tujuan

Islam Modern adalah islam yang mempunyai tujuan untuk membawa umat islam kepada kemajuan dan ajaran yang modernis.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Islam Modern
            Kata modern yang berada di belakang kata islam, berasal dari bahasa inggris modernistic yang berarti model baru. Selanjutnya dalam kamus umum bahasa Indonesia, Kata modern diartikan sebagai yang terbaru secara baru, mutakhir. Selanjutnya kata modern erat pula kaitannya dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan atau tajdid dalam bahasa arabnya. Dalam masyarakat barat modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Kata tersebut selanjutnya masuk kedalam literature islam yang berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran, dan pendapat tentang masalah keislaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.

2.2 Beberapa Aliran Pemikiran Modern dalam Islam
            Jika diteliti lebih cermat secara global, dikalangan umat islam terdapat empat orientasi pemikiran idiologis yang dianggap mewakili kelompok-kelompok yang ada: tradisionalis-konservatif, revormis-modernis, radikal puritan, dan sekuler liberal.
Kelompok tradisionalis-konservatif adalah mereka yang menentang kecenderungan pembaratan (westernizing) yang terjadi pada beberapa abad yang lalu atas nama islam, seperti yang dipahami dan dipraktikkan dikawasan-kawasan tertentu.
Kelompok reformis-modernis adalah kelompok yang memandang islam sangat relevan untuk semua lapangan kehidupan, public, dan pribadi.
Pemikiran islam modern ini merupakan pemikiran yang memiliki kecenderungan untuk mengambil beberapa pemikiran barat yang modern, rasional, bahkan liberal,[1] atau menefsirkan islam melalui pendekatan rasional untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.[2]
Kelompok modernis ingain menjadikan agama sebagai landasan dalam menghadapi modernitas. Menurutnya, agama tidak bertentangan  dengan perkembangan zaman modern, sehingga mereka ingin menginterprestasikan ajaran-ajaran agama sesuai dengan kebutuhan modern.
Kelompok ini menganjurkan penafsiran ulang atas islam secara fleksibel dan berkelanjutan, sehingga umat islam dapat mengembangkan pemikiran keagamaan yang sesuai dengan kondisi modern. Kelompok ini ada yang menyebutnya sebagai neomu’tazilah.
Kecenderungan modernisasi pemikiran islam muncul pada abad ke-19 sebagai tanggapan atas pembaratan rezim dan pemerintahan Eropa. Kultur elit muslim saat itu terbagi menjadi kelompok yang terbaratkan dan kelompok tradisional, dan kelompok modernis mencoba untuk mempersatukannya.
Kaum radikal-puritan adalah kelompok yang juga menafsirkan islam berdasarkan sumber-sumber asli yang otoritatif, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kontemporer, tapi mereka sangat keberatan dengan tendensi modernis untuk membaratkan islam. Kelompok ini melakukakn pendekatan konsevatif dalam melakukakan reformasi keagamaan, bercorak literalis, dan menekankan pada pemurnian doktrin (purifikasi). Kelompok ini juga bias disebut kelompok fundamentalis.
Bagi kelompok radikal-puritan ini, syariah memang fleksibel dan bias berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang terus berubah, tetapi penafsiran dan perkembangan harus dilakukan melalui cara islam yang murni. Maka mereka mengkritik gagasan-gagasan dan praktik-praktik kaum tradisional, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang bit’ah. Dan yang memperkenalkan intelektual pemikiran fundamentalis adalah Ibnu Taimiyah yang meninggal pada tahun 1328.
Sebuah gerakan pemikiran bercorak fundamentalis pernah muncul pada abad ke-18, di Najd (Sekarang Saudi Arabia). Bernama Wahabiyah , dibawah pimpinan Muhammad bin Abd Al-Wahhab (1703-1787). Tokoh lain dari gerakan fundamentalis adalah Abu A’la Al-Maujudi di Pakistan (1903-1979). Dan Seyyed Qutb (1906-1966) di Mesir dan K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) di Indonesia.
Menurut sebuah penelitian, ada beberapa kelompok radikal yang muncul karena jauh dari kehidupan modern. Sebagai contoh, penganut khawarij dan wahabiyah muncul sebelum masuknya modernisasi di dunia Arab. Bahkan disebut kelompok yang muncul di suatu wilayah yang tidak pernah disentuh oleh dunia luar, Najd. Muhammad bin Abdul Wahab sebagai tokoh yang memperkenalkan faham Wahabiyah. Dan wahabiyah muncul sebagai gerakan yang merepresentasikan bentuk primitif.
Ikhwanul  Muslimin adalah kelompok fundamentalis di Mesir, kaum ini tidak mampu menghadapi realitas yang ada di sekitarnya, lalu berdirilah Muhammadiyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan. Tokoh ini tidak pernah hidup pada kebudayaan barat dan tidak pernah mendapatkan pendidikan barat dalam arti yang sebenarnya.
Dalam sebuah penelitian ditemukan, bahwa untuk menjadi seorang muslim Indonesia tanpa disertai hubungan organisasi tertentu kurang begitu dinikmati karena kesadaran umat islam agaknya masih dilihat terlalu umum, sehingga memberi makna sosiologis dalam kehidupan bermasyarakat secara luas dan kenyataan sosiologis itulah yang terjadi di Indonesia. Sehingga wajar sekali jika pengelompokkan masyarakat dalam islam di Indonesia terus berkembang hingga puluhan bahkan ratusan. Perdebatan yang terjadi diantara mereka bukanlah tentang pokok-pokok agama melainkan bagaimana memanifestasikan ajaran islam pada kehidupan sosial sebagaimana yang terjadi pada kemunculasn beberapa pemikiran teologi dan filsafat di dunia islam pada abad klasik. Disamping alasan di atas, ada alasan lain yang menjadi orientasi ideologis dari pemikiran diatas, yaitu pemahaman yang berbeda, diantara mereka dalam memahami islam.
Dalam kajian modern tentang sejarah umat islam ditemukan bahwa perbedaan pemahaman itu memicu persaingan dan konflik sesame agama dalam menghadapi tantangan modernitas. Seiring dengan perkembangan islam dan munculnya ijtihad-ijtihad baru paham-paham tersebut bukan sekedar pengakuan legalitas politik. Melainkan juga bereksis pada paham keagamaan.

 2.3 Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
Pemahaman idiologi keagamaan sangat beragam di Indonesia, terutama di dalam masyarakat jawa, hanya dikenal adanya islam NU dan islam Muhammadiyah, NU sering dilihat sebagai kelompok tradisionalis, sementara kelompok muhammadiyah sebagai kelompok modernis, namun pendapat ini kemudian dianggap tidak layak lagi, karena dalam perkembangan selanjutnya NU bersifat lebih terbuka terhadap modernitas. Bahkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Arbiyah Lubis, bahwa muhammadiyah termasuk dalam kelompok tradisionalis-modernis, dimana muhammadiyah tampil sebagai modernis hanya dalam dunia pendidikan. Akan tetapi dalam memahami teks al-quran dan hadits sebagai sumber ijtihad, muhammadiyah berada dalam kelompok tradisionalis.
                tidak boleh diamalkan, karena akan berdosa dan berimplikasi buruk terhadap akidah. Beberapa hal yang menjadi perbedaan antara NU dan muhammadiyah adalah bahwa NU tidak menolak beberapa praktik ritual yang tidak tertulis dalam hadits shahih, atau tidak sesuai dengan pemikiran modern, karena menurut mereka sesuatu yang tidak tercantum dalam hadits shahih itu tidak berarti bertentangan  muhammadiyah menganggap sesuatu yang tidak tercantum dalam hadits shahih dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang dari ajaran islam dan
            Seperti dalam bentuk praktik ritual di waktu sholat jumat, NU menggunakan dua adzan, sementara mjuhammadiyah menggunakan satu adzan. Bentuk mimbar yang digunakan juga berbeda, NU menggunakan mimbar bertongkat, sementara muhammadiyah menggunakan bentuk mimbar modern. Adapun perbedaan lain yang sangat  mencolok adalah dalam penetapan awal puasa dan hari raya, kelompok NU dalam menetapkan awal bulan puasa dan hari raya (ID) berpegang pada konsep rukyah, sementara muhammadiyah berpegang pada hisab. Dalam pelaksanaan shalat tarawih kelompok NU berpegang pada jumlah 20 rakaat, sementara muhammadiyah berpegang pada jumlah 8 rakaat. Dalam pelaksanaan shalat id kelompok NU melakukannya di masjid, sedangkan muhammadiyah di lapangan terbuka.
2.4 Model Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
            Banyak diantara umat islam yang memiliki pandangan bahwa untuk melakukan suatu perubahan dalam masyarakat adalah dengan menggunakan kekerasan (Al-unuf). Alasan yang dijadikan untuk meligimitasi pandangan tersebut adalah konsep jihat. Pemikiran semacam ini muncul dimana-mana sehingga banyak ditemukan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh umat islam dengan mengatas namakan agama.
Pemikiran semacam ini, menurut Jawdat Sa’id dalam kitabnya Mafhum al-Taghyir. Di ibaratkan dengan orang melihat matahari yang kemudian menyimpulkan bahwa matahari yang kemudian mengelilingi dirinya (bumi), tetapi ia tidak tahu bahwa yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya. Demikian juga dengan mereka yang melakukan kekerasan dengan mengatas namakan agama, ia memiliki pandangan bahwa kekerasan akan menyelesaikan masalah, tetapi ia tidak tahu bahwa yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa kekerasan yang dia lakukan akan memunculkan kekerasan berikutnya. Banyak factor yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat kekerasan, diantaranya adalah keinginan untuk mempersatukan umat islam dalam satu bentuk pemikiran, sehingga ia terjebak dalam suatu sikap yang cenderung menyalahkan orang lain yang tidak sepahaman. Mereka yang terjebak benar, sehingga mudah menyalahkan orang lain.
            Menghindari kekerasan secara fisik bisa diawali dengan menjaga lisan kita untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, menghina orang lain, mengejek orang lain, dan itu harus diawali dengan membersihkan hati kita  dari segala penyakit iri, dengki, benci, dengan menanamkan cinta kepada orang lain. Muhammad Iqbal pernah mengatakan, hiduplah bersama manusia dengan bermodalkan cinta, niscaya engkau akan melihat cahaya di setiap tempat.
Jadi pemikiran untuk menginstropeksi diri sendiri dan mengakui kelemahan dan kesalahan adalah langkah awal yang harus dilakukan dalam upaya untuk mendamaikan umat islam, karena cara inilah yang telah ditempuh oleh para Nabi sebagaimana yang tertulis dalam al-Quran, walataj’al fi qulubina ghillan li alladzina amanu.
            Kelompok fundamentalis, radikal dan sekuler, sama-sama tidak mengikuti cara ini, karena mereka sama-sama mengedepankan sikap kebencian terhadap kelompok lain dalam menyelesaikan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan umat Islam. Oleh karena itu setiap orang memiliki kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa harus menunggu izin dari orang lain, karena orang lain tidak berhak untuk melarangnya. Demikian juga dengan beragama seseorang tidak berhaak di paksa oleh orang lain untuk memeluk suatu agama, karena dalam ayat al-Quran disebutkan la ikraha fi al-din, tidaka ada paksaan dalam beragama sehingga seseorang memiliki hak untuk tidak beragama jika itu sudah menjadi keyakinannya. Hal ini dapat dimaklumi karena Allah sendiri tidak suka dengan orang munafik. Oleh karena itu Islam tidak melegitimasi bentuk kekerasan dijadikan upaya untuk melakukan perubahan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Islam modernis adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran, dan pendapat tentang masalah keislaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.


DAFTAR PUSTAKA
Husain Abdullah, Muhammad. Studi dasar-dasar pemikiran islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002
Munir, A. dan Sudarsono. Aliran Modern dalam Islam. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994
Nata, Abuddin. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Sani, Abdul. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998
Supadie, Didiek Ahmad dan Sarjuni. Pengantar Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers, 2011
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012






[1] Daniel brown, Rethinking, tradition in modern Islamic thought (Cambridge:Cambridge university press, 1996), 2.
[2]  Ahmad hasan, The doctrine of ijma’ in islam (Islamabad:Islamic research institute, 1976), 227.